Teror Samurai dan Celurit di Tanah Rakyat: Uji Nyali Satgas Anti Premanisme Polda Riau

Teror Samurai dan Celurit di Tanah Rakyat: Uji Nyali Satgas Anti Premanisme Polda Riau

WARTA RAKYAT ONLINE – Sahilan, Kampar , Teror bersenjata mengoyak ketenangan lahan sawit yang dikelola secara sah oleh Kelompok Tani Sahilan Jaya di Kecamatan Gunung Sahilan, Kabupaten Kampar. Tiga pria asal Flores, diduga preman bayaran, datang membawa samurai dan celurit. Mereka mengintimidasi petani atas perintah seseorang yang mengklaim diri sebagai “Datuk Besar Gunung Sahilan”.

Aksi ini tidak berdiri sendiri. Informasi yang dihimpun menyebut bahwa seorang warga lokal bernama Hamzah turut berperan dengan menyediakan fasilitas tempat tinggal dan konsumsi harian bagi para preman bayaran tersebut. Mereka menetap di sekitar area kebun dan bergerak sistematis dalam menekan para petani.

> “Mereka difasilitasi, tinggal di rumah warga, makan dan minum ditanggung. Itu semua disiapkan oleh Hamzah, orang dekat yang mengklaim punya hubungan dengan ‘Datuk Besar’. Jadi ini memang bukan insiden spontan, ini terorganisir,” ujar salah satu tokoh masyarakat yang enggan disebut namanya.

Situasi makin mencekam. Akses ke kebun kini dikunci, bahkan dikabarkan kelompok bersenjata tersebut berencana menggali “parit gajah” untuk memutus total jalur masuk ke lahan. Warga menegaskan bahwa ini bukan konflik adat, melainkan murni aksi perampokan yang berlindung di balik narasi adat.

> “Mereka datang saat panen, bawa senjata tajam, dan paksa kami berhenti bekerja. Ini bukan soal adat, ini soal premanisme bersenjata,” kata seorang petani yang meminta namanya dirahasiakan.

Peristiwa ini menjadi sorotan luas, terlebih karena terjadi hanya beberapa minggu setelah Kepolisian Daerah (Polda) Riau mengumumkan pembentukan Satgas Anti Premanisme dan Mafia Tanah. Satgas ini digadang-gadang sebagai ujung tombak pemberantasan pemalakan, penguasaan lahan ilegal, dan kekerasan bersenjata di wilayah hukum Riau.

Dermawan, tokoh masyarakat Kampar Kiri, menyebut tragedi di Sahilan sebagai ujian nyata bagi keberanian dan integritas Satgas.

> “Kalau ini bukan premanisme, lalu apa? Orang bawa celurit, ancam petani, minta jatah lahan, tinggal gratis, makan ditanggung. Satgas Anti Premanisme Polda Riau harus segera turun. Ini bukan lagi soal adat, ini soal hukum dan nyawa rakyat kecil,” tegasnya.

Kelompok Tani Sahilan Jaya memiliki dasar hukum yang kuat: dua surat hibah dari pemangku adat terdahulu (2018 dan 2019), serta pengakuan resmi dari pemerintah desa pada 2024. Namun, dokumen sah itu belum cukup memberikan rasa aman, ketika ancaman kekerasan dibungkus dengan dalih adat yang diselewengkan.

Masyarakat mendesak pemerintah daerah, Lembaga Adat Kampar (LAK), dan LAM Riau untuk bersikap. Diamnya lembaga adat dinilai berbahaya, karena bisa memberi ruang legitimasi bagi kekerasan yang mengatasnamakan adat Melayu.

> “Kalau lembaga adat bungkam, dan aparat tak bertindak, premanisme akan semakin percaya diri mengklaim legitimasi adat. Ini preseden buruk yang bisa meruntuhkan marwah hukum dan nilai-nilai Melayu itu sendiri,” ujarnya.

Kini, sorotan publik mengarah ke Polda Riau. Apakah Satgas Anti Premanisme akan menunjukkan taringnya, atau justru membiarkan petani kecil di Sahilan diteror dengan senjata tajam di tanah yang secara hukum sah mereka kelola?

– mdn

#Mafia tanah Sahilan #mafia tanah kampar