Ponpes Anshor Al-Sunnah Kampar Tahan Ratusan Ijazah Santri, Alumni Kesulitan Cari Kerja dan Melanjutkan Pendidikan

Ponpes Anshor Al-Sunnah Kampar Tahan Ratusan Ijazah Santri, Alumni Kesulitan Cari Kerja dan Melanjutkan Pendidikan

WARTA RAKYAT ONLINE. COM Kampar ,Pondok Pesantren (Ponpes) Anshor Al-Sunnah yang berlokasi di Air Tiris, Kabupaten Kampar, Riau, kembali disorot masyarakat. Ratusan ijazah santri dilaporkan masih ditahan oleh pihak pesantren. Akibatnya, para alumni kesulitan untuk melamar pekerjaan maupun melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Yang memprihatinkan, praktik penahanan ijazah ini sudah berlangsung bertahun-tahun. Setiap kali tahun ajaran berakhir, puluhan ijazah santri ditahan dengan alasan tunggakan biaya pendidikan. Hal ini terjadi secara berulang, hingga jumlah ijazah yang belum diserahkan mencapai ratusan.

Sejumlah wali santri dan alumni mengaku sudah berusaha meminta ijazah, bahkan sekadar untuk difotokopi, namun selalu ditolak. “Anak saya batal ikut seleksi kerja karena ijazah masih ditahan. Mau difotokopi pun tidak boleh,” ujar salah seorang wali santri yang tidak ingin disebutkan namanya.

Pihak pesantren berdalih bahwa penahanan ijazah dilakukan demi mencapai target pembangunan dan untuk berjalannya operasional sekolah, termasuk pembayaran gaji dan kebutuhan lainnya. "Kami ini kan swasta, boleh saja tak sama aturan negeri," kata Bahtiar Humas Ponpes Anshor Al-Sunnah.

Namun, tindakan ini jelas melanggar hukum. Permendikbud Nomor 58 Tahun 2024 secara tegas melarang satuan pendidikan, baik negeri maupun swasta, menahan ijazah siswa dengan alasan apapun, termasuk karena tunggakan biaya. Selain itu, Peraturan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2022 juga menegaskan bahwa ijazah merupakan hak peserta didik yang telah menyelesaikan proses pembelajaran dan harus diberikan tanpa syarat.

Lebih lanjut, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 12 ayat (1) huruf b dan c menegaskan bahwa setiap peserta didik berhak memperoleh layanan pendidikan tanpa diskriminasi, termasuk karena alasan ekonomi.

Jika penahanan ijazah digunakan sebagai tekanan agar wali santri melunasi kewajiban keuangan, maka hal ini dapat dikategorikan sebagai tindak pidana pemerasan sebagaimana diatur dalam Pasal 368 KUHP. Ancaman hukumannya adalah pidana penjara hingga sembilan tahun.

Warga pun angkat suara. Mereka meminta DPRD Kabupaten Kampar untuk turun tangan menyikapi kasus ini. Desakan agar dewan segera melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Ponpes Anshor Al-Sunnah dan memanggil pimpinan pesantren semakin menguat.

“Ini sudah terlalu lama terjadi. DPRD harus bertindak. Sidak ke lokasi dan minta kejelasan langsung dari pihak pondok. Jangan sampai anak-anak kami terus menjadi korban,” tegas salah satu tokoh masyarakat setempat.

Selain DPRD, warga juga mendesak Kementerian Agama, Dinas Pendidikan, dan Ombudsman Republik Indonesia untuk segera turun tangan dan mengambil tindakan. Masyarakat berharap agar ijazah santri yang masih ditahan segera dikembalikan kepada pemiliknya tanpa syarat yang memberatkan. Di Waktu yang berbeda kami juga sudah berusaha mengkonfirmasi berita ini melalui WA Humas namun humas Ponpes Tidak merespon. 

Praktik penahanan ijazah ini tidak hanya melanggar hak dasar siswa, tetapi juga merusak masa depan mereka. Jika tidak dihentikan, kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan berbasis pesantren akan terus merosot dan generasi muda akan menjadi korban kebijakan yang tidak manusiawi. (*)

#Ponpes Anshar Al sunah #Tahan Ijazah