Kampar ,WARTA RAKYAT ONLINE — Bau busuk korupsi kembali tercium dari proyek pengadaan di tubuh Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Kampar. Kali ini giliran proyek pengadaan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) senilai Rp43 miliar yang tengah dibedah oleh penyidik Kejaksaan Negeri Kampar.
Sosok yang berada di garis depan: Kepala Disdikpora Kampar, H. Aidil, resmi diperiksa sebagai saksi bersama sejumlah kepala sekolah dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Tapi pertanyaannya—apakah cukup sampai di sana?
Proyek Sarat Kejanggalan, Spesifikasi Diakali?
Proyek ini bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Tahun 2022–2023, yang semestinya digunakan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Banyak perangkat Chromebook yang diterima sekolah tidak sesuai spesifikasi minimal sebagaimana tercantum dalam Permendikbudristek No. 3 Tahun 2022. Beberapa sumber menyebut perangkat bahkan sudah rusak saat diterima.
Lebih mengkhawatirkan lagi, proses pengadaan diduga sudah dikondisikan sejak awal—mulai dari spesifikasi yang diarahkan ke satu merek tertentu, hingga tender yang hanya "formalitas" belaka. Ini berpotensi melanggar prinsip transparansi dan persaingan sehat, sebagaimana diatur dalam Perpres 16/2018 junto Perpres 12/2021.
Apakah Ada Vendor Langganan dan Titipan Elite?
Pemeriksaan juga mengarah pada dugaan keterlibatan vendor tertentu yang berulang kali memenangkan proyek serupa di beberapa kabupaten/kota di Riau. Hal ini menimbulkan spekulasi bahwa proyek ini bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan bagian dari sindikasi pengadaan terstruktur dan sistematis.
Apakah proyek ini hanya permainan Kadis dan PPK? Ataukah ada peran oknum elit politik dan aparat daerah yang sengaja menyusun skenario ini sejak awal?
Tekanan Publik Menguat, FPM-AKK: “Jangan Main Mata!”
Forum Pemuda dan Mahasiswa Anti Korupsi Kampar (FPM-AKK) mengecam potensi "main aman" dalam penanganan kasus ini. Ketua FPM-AKK, Firman, mendesak Kejati Riau bahkan Kejagung RI untuk turun tangan langsung.
“Kami tidak percaya penuh pada penanganan daerah. Kasus ini berpotensi melibatkan banyak pihak, dari vendor, ASN, sampai pejabat tinggi. Jika Kejari lambat, kami siap buka data ke pusat!” tegas Firman.
Ia juga mengingatkan bahwa pola-pola seperti ini—pengondisian, markup, dan spesifikasi fiktif—sering kali jadi modus lama yang terus dibiarkan hidup di lingkungan pengadaan daerah.
Penetapan Tersangka Tinggal Tunggu Waktu
Kejaksaan menyebut bahwa proses saat ini sudah masuk penyelidikan lanjutan. Dokumen kontrak dan bukti fisik tengah dikumpulkan. Audit internal juga dilakukan untuk menghitung potensi kerugian negara yang ditaksir bisa mencapai puluhan miliar rupiah.
Jika terbukti, para pelaku terancam dijerat Pasal 2 dan 3 UU Tipikor, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 20 tahun.***mdn
#Disdikpora Kampar #Skandal Disdikpora