Kalau Hati Sudah Keruh, Air Tak Akan Jernih: Petuah Bung Hamka untuk Pemimpin Kampar

Kalau Hati Sudah Keruh, Air Tak Akan Jernih: Petuah Bung Hamka untuk Pemimpin Kampar

BANGKINANG — Di tengah riuh kabar tentang renggangnya hubungan antara Bupati Kampar H. Ahmad Yuzar dan Sekda H. Hambali, M.Si, suara yang menyejukkan datang dari seorang anak nagoghi, Bung Hamka, yang dikenal dekat dengan nilai adat dan agama.

Ia tak menuding siapa benar siapa salah, tapi mengingatkan, bahwa akar dari segala kericuhan dalam pemerintahan itu bermula dari satu tempat: hati manusia.

“Dalam diri manusia itu ado segumpal darah, namonyo hati. Jiko hati itu bersih, mako bersihlah pikiran dan perbuatan. Tapi kalau hati sudah loda, segala yang dilakukan akan jadi salah arah,” tutur Hamka, dengan nada lirih penuh makna.

Hamka menyampaikan, masyarakat Kampar ini hidup dengan dua pegangan yang tak bisa dipisahkan: adat dan agama.

“Nagoghi kito nagoghi beradat, nagoghi beragamo. Kalau duo hal ini jadi pedoman, ndak akan ado ribut-ribut dalam pemerintahan. Sebab adat itu bukan sekadar aturan, tapi jalan hidup, sementara agama itu suluh dalam gelap,” katanya.

Bagi Hamka, jabatan dan kekuasaan hanyalah titipan. Yang abadi adalah nama baik dan keberkahan amal.

“Jabatan itu macam air di tempayan, bisa penuh, bisa surut. Tapi marwah dan amanah itu, kalau sudah tercoreng, susah dipulihkan. Maka jagolah marwah itu macam kito menjaga aur marwah kampung,” ujarnya lagi.

Ia menilai, perseteruan antara pemimpin di Kampar bukan hanya soal prosedur pemerintahan, tapi tentang menurunnya rasa malu dan mufakat dua hal yang menjadi tiang dalam adat Melayu Kampar.

 “Adat kito ajarakan, kalau ado silang pendapat, dudukkan dalam musyawarah. Kalau ado salah paham, elokkan dengan kepala dingin. Jangan sampai rakyat yang menanggung akibat dari ego pemimpinnya,” pesan Hamka.

Kini, masyarakat Kampar hanya berharap agar para pemimpinnya mampu menundukkan kepala dan menenangkan hati. Sebab dalam adat Kampar, pemimpin itu ibarat payung di tengah panas, pelindung di kala hujan  bukan sumber badai bagi rakyatnya.

 “Kalau hati sudah bersih, pemerintahan pun akan jernih. Tapi kalau hati sudah keruh, sehebat apapun aturan, tetap akan kusut. Itulah sebabnyo, pemimpin mesti pandai membersihkan hati sebelum menata negeri,” tutup Bung Hamka dengan petuah yang menyejukkan.***MDn

#Hambali Sekda Kampar #Ahmad Yuzar