Datuok Bandaro Sati: Penjaga Harmoni dan Penuntun Adat di Kenegerian Bangkinang dan V Koto Kampar

Datuok Bandaro Sati: Penjaga Harmoni dan Penuntun Adat di Kenegerian Bangkinang dan V Koto Kampar
Prof Dr Amir Luthfi Datuk Bandaro Sati

WARTARAKYAT - Kenegerian Bangkinang bukan sekadar tanah bersejarah; ia adalah napas adat dan kebudayaan yang telah berdenyut selama berabad-abad di tengah masyarakat Kampar. Di dalam sistem adat yang teratur dan penuh makna itu, berdirilah satu sosok yang menjadi penuntun, penyejuk, dan pengikat tali persaudaraan: Datuok Bandaro Sati.

Kini, amanah luhur itu diemban oleh Prof. Dr. Amir Lutfi, seorang akademisi yang bukan hanya berilmu dalam dunia pengetahuan, tetapi juga berakar kuat dalam kearifan adat dan budaya kampung halamannya.

Sebagai Pucuk Persukuan Mandeliong Datuok Bandaro Sati, beliau memimpin salah satu dari dua belas persukuan yang membentuk federasi Kenegerian Bangkinang. Dalam struktur adat, posisi ini bukan hanya simbol kehormatan, tetapi juga tanggung jawab moral dan sosial untuk membimbing anak kemenakan, menjaga marwah suku, serta memastikan nilai-nilai adat tetap hidup di setiap langkah generasi penerus.

Namun, tanggung jawab seorang Datuok Bandaro Sati melampaui batas kenegerian. Sebagai Pucuk Kubuong (Konfederasi) V Koto Kampar, beliau juga menjadi penghubung antar-lima koto (kampung) yang tergabung dalam Persekutuan Adat Andiko 44. Dalam peran itu, ia bukan hanya penjaga kesatuan simbolik, tetapi juga benteng kebersamaan yang memastikan tidak ada koto yang berjalan sendiri dalam menghadapi dinamika zaman.

Di antara fungsi terpentingnya, Datuok Bandaro Sati kerap menjadi penengah dalam penyelesaian sengketa adat. Dalam masyarakat adat, di mana nilai marwah dan rasa saling menghormati begitu tinggi, konflik sekecil apa pun bisa menjadi bara dalam sekam. Di sinilah kebijaksanaan beliau diuji  mendengar dengan hati, menimbang dengan akal, dan memutuskan dengan adil. Prinsip adat yang berbunyi “alah bisa karena mufakat, indak patah karano pisau, indak hanyut karano aia” menjadi pedoman dalam setiap langkahnya.

Peran itu menuntut kepekaan sosial, integritas moral, dan pemahaman mendalam terhadap hukum adat. Seorang Datuok Bandaro Sati harus netral seperti mata air, jernih dalam memandang persoalan, serta kuat menegakkan nilai-nilai yang diwariskan oleh ninik mamak terdahulu.

Dalam setiap musyawarah dan pertemuan adat, suaranya menjadi penyeimbang, petuahnya menjadi penuntun, dan kehadirannya menjadi lambang kedamaian.

Maka, Datuok Bandaro Sati bukan hanya pemangku gelar adat, melainkan penjaga harmoni sosial dan spiritual masyarakat Kenegerian Bangkinang dan V Koto Kampar.

Melalui peran dan keteladanannya, adat tetap tegak, persaudaraan tetap erat, dan nilai-nilai luhur yang diwariskan nenek moyang tetap hidup  tak lekang oleh waktu, tak lapuk oleh hujan perubahan.***(RLS) 

 

 

 

#DT Bandaro Sakti