WARTA RAKYAT ONLINE– Rohil, Dugaan pemalsuan ijazah oleh Bupati Rokan Hilir (Rohil), Bistamam, menguap ke permukaan dan mulai mengguncang fondasi kepercayaan publik. Meski laporan resmi telah masuk ke Polda Riau sejak Januari 2025, proses penyelidikan baru menunjukkan pergerakan empat bulan kemudian — memunculkan tanda tanya besar: ada apa dengan aparat penegak hukum?
Laporan ini dilayangkan seorang pria berinisial S pada 23 Januari 2025 dan teregister dengan nomor LP/B/46/I/2025. S mengklaim membawa bukti kuat bahwa Bistamam menggunakan ijazah palsu saat mencalonkan diri dalam Pilkada Rohil 2024.
Ironisnya, meski laporan telah lama diterima, saksi baru dipanggil untuk diperiksa pada April 2025.
"Baru April saya dipanggil. Padahal sudah dilaporkan sejak Januari," ujar K, salah satu saksi kunci, saat diwawancarai Riau Satu, Ahad, 4 Mei 2025.
Penyelidikan ditangani Subdit III Jatanras Ditreskrimum Polda Riau, yang kini mulai membedah kejanggalan dalam dokumen pendidikan Bistamam.
Kisah mencurigakan ini bermula dari rapat pleno KPU Rohil, di mana K—sebagai saksi dari pasangan calon lain—meminta agar dokumen pendidikan seluruh kandidat ditampilkan secara terbuka. KPU menolak dengan alasan data tersebut hanya bisa diakses melalui permintaan resmi ke PPID. Ketika permintaan resmi diajukan, KPU justru menyebut ijazah Bistamam sebagai informasi yang dikecualikan.
“Ini pejabat publik, bukan warga biasa. Kenapa harus ditutup-tutupi?” cetus K dengan nada heran.
Kecurigaan publik memuncak setelah viralnya Surat Keterangan Pengganti Ijazah (SKPI) milik Bistamam di media sosial. Dokumen itu, yang dikeluarkan SDN 31 Pekanbaru pada 20 Mei 2024, disebut sebagai pengganti ijazah tahun 1962 dari SDN 011 Pekanbaru yang diklaim hilang. Namun, banyak yang meragukan keabsahan SKPI tersebut—terlebih karena SKPI tak diakui sebagai pengganti ijazah sah dalam aturan pemilu kepala daerah.
“PKPU Nomor 1 Tahun 2020 jelas menyebut hanya ijazah asli atau legalisir yang boleh digunakan. SKPI tidak termasuk,” tegas Bung Yogi dari LSM Kaukus Global Transparansi (Kagotra). Ia menyebut kasus ini berpotensi menjadi pelanggaran hukum serius yang bisa dibawa ke PTUN.
Dari aspek pidana, Bistamam bisa dijerat Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen dengan ancaman hukuman hingga enam tahun penjara.
Lebih jauh lagi, jika terbukti bersalah, ia juga terancam diberhentikan dari jabatannya. Pasal 78 ayat (1) huruf c UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyebut kepala daerah yang terbukti melakukan tindak pidana dengan ancaman lima tahun penjara atau lebih dapat dicopot.
Meski kasus ini menyeret nama besar, progresnya tampak lamban. Hingga saat ini baru dua saksi diperiksa, yakni K dan J. Ketua KPU Rohil masih bungkam, begitu pula Bistamam. Kabid Humas Polda Riau, Kombes Pol Anom Karibianto, hanya menjawab singkat, “Akan saya tanyakan ke Direktur.”
Publik kini hanya bisa menunggu: apakah keadilan akan menang, atau hukum kembali bertekuk lutut di hadapan kekuasaan?***mdn
#Ijazah Palsu #bupati rohil