Gila! Tunjangan Perumahan DPRD Kampar Disulap Jadi Rp18 Juta per Bulan, Negara Tekor Rp20 Miliar

Gila! Tunjangan Perumahan DPRD Kampar Disulap Jadi Rp18 Juta per Bulan, Negara Tekor Rp20 Miliar

WARTA RAKYAT ONLINE- Kampar, Skandal memalukan kembali menyeruak dari gedung rakyat. Kali ini, dugaan korupsi jumbo menyeret nama-nama anggota dan pimpinan DPRD Kabupaten Kampar, Riau, yang diduga "menyulap" tunjangan perumahan menjadi Rp18 juta per bulanangka yang dinilai tak masuk akal dan berbau mark-up busuk.

Temuan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memperkirakan praktik culas ini merugikan negara hingga Rp20 miliar dalam kurun waktu 2022 hingga pertengahan 2025.

“Di Kampar, sewa rumah paling mahal cuma Rp10 juta. Rata-rata malah Rp1 sampai Rp5 juta. Jadi Rp18 juta itu jelas mark-up!” tegas Yogi, mahasiswa pascasarjana yang mengkritisi kasus ini.

Dikorup di Tengah Pandemi, Disetujui Secara Terstruktur

Skema kenaikan tunjangan perumahan mencurigakan ini muncul usai Pemkab Kampar memangkas anggaran perjalanan dinas (SPPD) saat pandemi Covid-19. Alih-alih berhemat, DPRD justru menaikkan tunjangan tanpa survei pasar atau kajian harga sewa rumah, melanggar Pasal 124 PP No. 18 Tahun 2017 dan Permendagri No. 62 Tahun 2017.

Sumber di Kejati menyebut, skandal ini mulai terendus dari koordinasi antikorupsi antara institusi kejaksaan dan Pj Bupati Kampar, Hambali. Pemkab saat itu hendak mengembalikan HP dinas anggota dewan sebagai simbol reformasi, namun malah membongkar bau busuk lain: tunjangan perumahan yang digelembungkan hingga miliaran rupiah.

“Dari koordinasi itu muncul dugaan penyimpangan tunjangan DPRD. Kami minta BPK audit, hasilnya mengejutkan,” ungkap sumber kejaksaan.

Siapa Saja yang Diduga Terlibat?

Sejumlah nama besar di DPRD Kampar periode 2022–2024 diduga kuat terlibat:
FM, TH, REP, FS, MA, dan ZA — mereka diduga menjadi pengatur dan penyetuju kebijakan dalam forum internal dewan.

“Tanpa restu pimpinan, anggaran takkan lolos. Ini skema yang terstruktur,” tegas sumber kejaksaan.

Potensi Kerugian Negara

30 bulan (2022–2024): Rp13,5 miliar
8 bulan (2024–2025): Rp3,6 miliar
Total estimasi kerugian: Rp17,1 miliar (belum termasuk dugaan lain)

Meski sejumlah anggota mulai mencicil pengembalian dana, Kejati menyebut pengembalian utuh nyaris mustahil. Sebagian sudah tak lagi menjabat dan tidak memiliki kekuatan finansial.

“Pengembalian itu tak cukup. Harus ada proses hukum,” kata sumber internal.

Tak Hanya Tunjangan, Mamin Juga Bermasalah

Lebih gila lagi, Kejati kini juga membidik belanja makan dan minum (mamin) pimpinan DPRD yang diduga menjadi ladang korupsi tambahan dengan potensi kerugian puluhan miliar rupiah.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, menegaskan bahwa pengembalian uang tidak menghapus tindak pidana.

“Kalau ada kerugian negara dan perbuatan melawan hukum, itu korupsi. Kejati harus segera naikkan statusnya ke penyidikan,” tegas Kurnia.

Ancaman Berat Menanti

Para pelaku bisa dijerat dengan:
UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Hukuman penjara: Minimal 4 tahun, maksimal 20 tahun
Denda: Hingga Rp1 miliar
Salah satu anggota aktif DPRD Kampar dari Fraksi Gerindra, berinisial J, tak bisa menyembunyikan kecemasan. Ketika dikonfirmasi wartawan soal pengembalian dana dan proses hukum yang mengancam, ia hanya menjawab lirih: “Saya pusing sekarang. Ini berat…”**Mdn

#Mega Korupsi DPRD Kampar #DPRD Kampar #Dewan Kampar