WARTARAKYATONLINE- Nagekeo, NTT , Bagi Prada Lucky Chepril Saputra Namo (23), awal penugasan di Batalyon TP 834/Wakanga Mere seharusnya menjadi pintu gerbang menuju karier panjang di TNI. Namun, mimpi itu berakhir tragis di ranjang rumah sakit, setelah tubuhnya penuh luka akibat diduga menjadi bulan-bulanan 20 seniornya sendiri.
Dua Bulan Bertugas, Dua Kali Disiksa
Berdasarkan keterangan keluarga, Prada Lucky baru dua bulan bertugas di Nagekeo. Selama itu pula, ia sempat menceritakan kepada ibunya bahwa ia kerap mendapat perlakuan kasar dari senior. Tidak hanya sekali, penganiayaan terjadi berulang.
"Dia bilang pernah dipukul. Tapi saya kira itu cuma bercanda atau pembinaan biasa. Ternyata… seperti ini jadinya," kata sang ibu dengan suara bergetar.
Malam Penyiksaan
Informasi internal menyebut, pada malam sebelum ia dilarikan ke rumah sakit, Lucky dipaksa mengikuti "pendisiplinan" ala senior. Dari total 20 orang yang terlibat, 16 memukulinya dengan selang, sementara 4 lainnya menghajar dengan tangan kosong.
Pukulan bertubi-tubi menghantam punggung, dada, dan perutnya. Luka-luka memar, lecet, dan sobek tampak jelas di tubuhnya. Tak hanya fisik, Lucky diyakini juga mengalami trauma mental berat.
Sinyal Terakhir di Rumah Sakit
Pada 5 Agustus 2025, Prada Lucky dibawa ke RSUD Aeramo dalam kondisi lemah. Saat menjalani pemeriksaan radiologi, ia sempat mengatakan kepada tenaga medis bahwa dirinya menjadi korban penganiayaan. Itu menjadi pengakuan terakhirnya, sebelum kondisinya memburuk dan ia menghembuskan napas terakhir pada 6 Agustus.
Investigasi TNI
Pihak TNI tidak menutup mata. Empat prajurit telah resmi ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Mereka diduga pelaku utama yang memimpin aksi kekerasan tersebut. Penyelidikan masih terus berlangsung untuk memastikan peran 16 lainnya yang disebut terlibat.
"Kita tindak tegas sesuai hukum militer. Tidak ada yang kebal hukum," tegas perwira yang menangani kasus ini.
Budaya Kekerasan yang Berulang
Kasus Prada Lucky bukan yang pertama. Catatan sejarah menunjukkan, kekerasan senior terhadap junior di institusi militer kerap berulang dan jarang terbuka ke publik. Pengamat militer menilai, pola ini sudah menjadi “tradisi gelap” yang harus diputus segera.
"Jika tidak ada reformasi mendasar dalam pembinaan prajurit, tragedi seperti ini akan terus mengintai," ujar pengamat pertahanan dari Universitas Indonesia.
Desakan Keadilan dari Publik
Keluarga korban menuntut hukuman paling berat bagi para pelaku, bahkan hukuman mati. Sementara di media sosial, kemarahan publik terus memuncak. Tagar #JusticeForPradaLucky menggema, menjadi simbol perlawanan terhadap praktik kekerasan yang membunuh masa depan para prajurit muda.***mdn
#skandal TNI #TNI bunuh Junior