Tanah Dirampas, Suara Dibungkam: Petani Sungai Raya Mengetuk Pintu Keadilan di Jakarta

Tanah Dirampas, Suara Dibungkam: Petani Sungai Raya Mengetuk Pintu Keadilan di Jakarta

WARTARAKYATONLINE.COM- Jakarta, 10 Juni 2025 — Di tengah sorotan konflik agraria yang terus membara di berbagai daerah, puluhan perwakilan masyarakat dari Desa Sungai Raya dan Sekip Hilir, Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau, melakukan langkah berani dengan mendatangi ibu kota. Mereka membawa nama Aliansi Masyarakat Sungai Raya untuk Keadilan (AMUK), dan memulai roadshow ke sejumlah kementerian serta kantor media nasional untuk mencari keadilan atas dugaan perampasan tanah oleh PT Sinar Belilas Perkasa (SBP), perusahaan sawit milik Dedi Handoko Alimin.

Langkah ini diambil setelah berbagai upaya di tingkat lokal tidak membuahkan hasil. Sebelumnya, pada 10 Oktober 2024, masyarakat telah menggelar unjuk rasa damai di Kantor BPN Inhu, Kantor Bupati, dan DPRD Inhu. Mereka menuntut penyelesaian sejumlah persoalan, yakni:

Penetapan batas wilayah yang jelas antara Kecamatan Rengat dan Rengat Barat;

Transparansi atas status Hak Guna Usaha (HGU) serta legalitas izin perkebunan PT SBP;

Pengembalian lahan seluas 370 hektare, terdiri dari 300 hektare untuk PT Sawit Bertuah Lestari (SBL) sebagai mitra petani, dan 70 hektare sisanya dikembalikan langsung kepada warga Sungai Raya.

Namun, harapan masyarakat seakan dibenturkan pada tembok. Tidak hanya tuntutan mereka diabaikan, suasana juga kian memanas dengan dugaan munculnya strategi pecah belah dari pihak tertentu, yang justru memperdalam konflik horizontal antarwarga.

"Kebun itu dibangun dari keringat rakyat dan pola kemitraan dengan PT SBL. Tapi SBP masuk, mengambil paksa, dan bahkan mencoba membungkam suara rakyat lewat kriminalisasi," ujar Andi Irawan, Ketua AMUK, saat ditemui usai audiensi di Jakarta.

Menurut Andi, PT SBP telah menjadi akar dari konflik agraria di wilayah tersebut. Perusahaan itu diduga menyerobot kebun sawit yang secara historis dan legal dikelola masyarakat melalui kemitraan.

Roadshow yang dilakukan AMUK bertujuan menembus kebuntuan komunikasi di daerah. Mereka dijadwalkan bertemu dengan sejumlah lembaga strategis seperti Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN, Kantor Staf Presiden (KSP), Ombudsman RI, Komnas HAM, serta beberapa media nasional untuk memperluas jangkauan advokasi.

Masyarakat berharap pemerintah pusat tidak tutup mata dan segera turun tangan menyelesaikan konflik ini secara adil dan berpihak pada petani.

"Kami datang bukan untuk mencari belas kasihan, tapi menagih hak. Negara tidak boleh tunduk pada korporasi. Negara harus hadir membela rakyat," tegas Andi.

Konflik agraria seperti ini mencerminkan betapa lemahnya perlindungan terhadap hak atas tanah bagi petani kecil di Indonesia. Diperlukan langkah politik dan hukum yang tegas agar keadilan agraria benar-benar menjadi kebijakan negara, bukan sekadar wacana di atas kertas.***mdn

#Dedi Handoko #AMUK Inhu #Desa Sungai Raya #PT. SBP