Kebal Hukum, Jejak Mafia Sawit Ilegal di Balik Operasi PT. Yuni Bersaudara di Kampar Kiri

Kebal Hukum, Jejak Mafia Sawit Ilegal di Balik Operasi PT. Yuni Bersaudara di Kampar Kiri

WARTA RAKYAT ONLINE- Kampar Kiri , Sebuah pabrik kelapa sawit (PKS) yang terletak di Desa Teluk Paman Timur, Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar, Riau, menjadi sorotan publik. PT. Yuni Bersaudara (PT. YBS), yang mengelola pabrik tersebut, diduga kuat menampung tandan buah segar (TBS) kelapa sawit dari kawasan hutan yang seharusnya terlindungi oleh hukum.

Pabrik ini mulai beroperasi pada tahun 2020 dengan izin kapasitas awal 30 ton per jam. Namun, dalam waktu singkat, kapasitasnya meningkat tajam hingga mencapai 90 ton per jam. Bahkan, perusahaan ini telah membangun fasilitas hilirisasi yang memproduksi minyak goreng, inti sawit, dan biosolar.

Pertumbuhan yang cepat ini diduga ditopang oleh pasokan TBS ilegal dari kawasan hutan produksi terbatas (HPT), hutan produksi konversi (HPK), hingga kawasan hutan lindung dan suaka margasatwa. Sumber-sumber TBS tersebut disebut berasal dari desa-desa di sekitar kawasan hutan seperti Sungai Sarik, Sungai Rambai, Empat Koto Setingkai, Muara Selayang, Gema, Padang Sawa, Kuntu, dan Kuntu Darussalam.

Aktivitas pengangkutan sawit dari kawasan hutan ke pabrik ini dinilai melanggar sejumlah ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. Setidaknya terdapat tiga undang-undang utama yang berpotensi dilanggar:

Pertama, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, khususnya Pasal 50 ayat (3) huruf e yang melarang pengangkutan hasil hutan tanpa izin sah. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenakan pidana penjara maksimal lima tahun dan denda hingga Rp2,5 miliar.

Kedua, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, Pasal 17 dan Pasal 94, yang mengatur larangan terhadap peredaran hasil hutan ilegal. Ancaman hukumannya mencapai 15 tahun penjara dan/atau denda hingga Rp100 miliar.

Ketiga, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mengatur kewajiban memiliki dokumen Amdal. Jika terbukti menyebabkan kerusakan lingkungan tanpa dokumen tersebut, pelaku dapat dikenai pidana maksimal 10 tahun penjara dan denda Rp10 miliar.

Warga setempat mengungkapkan bahwa aktivitas pengangkutan TBS dari dalam kawasan hutan ke pabrik terjadi hampir setiap hari tanpa hambatan. Truk-truk pengangkut diduga berasal langsung dari dalam kawasan hutan dan melintas bebas tanpa pengawasan dari pihak berwenang.

“Sudah biasa. Setiap hari truk masuk ke pabrik. Orang sini pun tahu buah itu dari kawasan hutan,” kata salah seorang warga.

Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan dampak serius terhadap ekosistem setempat, terutama karena wilayah hutan tersebut merupakan habitat satwa liar dan daerah tangkapan air penting bagi masyarakat.

Nama Heri Irwan, pemilik PT. YBS, turut disebut dalam laporan warga sebagai sosok yang merasa kebal hukum. Dugaan praktik suap kepada aparat penegak hukum (APH) dan oknum pejabat di Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kabupaten Kampar menguat.

“Kalau ada pemeriksaan, mereka aman-aman saja. Katanya sih, semua sudah ‘beres’ di belakang,” ujar narasumber warga lainnya.

Melihat kondisi ini, para aktivis lingkungan dan pemerhati kehutanan mendorong pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk segera melakukan investigasi menyeluruh. Jika terbukti melakukan pelanggaran, PT. YBS harus dikenai sanksi tegas, mulai dari proses hukum pidana hingga pencabutan izin operasional dan kewajiban pemulihan lingkungan.

Hingga berita ini naik cetak, belum ada tanggapan resmi dari pihak PT. Yuni Bersaudara maupun Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau.***mdn

#PT yuni Bersaudara #Jejak Sawit Ilegal #Sawit Dalam Kawasan