Jebolnya APBD Riau Rp1,76 Triliun: Anggaran Dikorup, Rakyat Disuruh Puasa Pembangunan!

Jebolnya APBD Riau Rp1,76 Triliun: Anggaran Dikorup, Rakyat Disuruh Puasa Pembangunan!

PEKANBARU, WARTA RAKYAT ONLINE- Provinsi Riau sedang berdarah secara fiskal. Tahun anggaran 2024 mencatat defisit brutal sebesar Rp1,76 triliun, membuat roda pemerintahan hampir lumpuh total. Di balik angka itu tersimpan kisah kelam tentang kuasa politik yang kebal hukum, skema utang tak terkendali, dan pembajakan APBD oleh segelintir elit.

Pukulan telak datang dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang tahun ini menjatuhkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) kepada Pemprov Riau—penurunan drastis setelah 13 tahun berturut-turut meraih opini WTP. Laporan BPK menyebut tiga penyebab utama:

1. Belanja yang tak terkendali

2. Proyeksi pendapatan tidak realistis

3. Utang jangka pendek yang dibiarkan liar tanpa kendali

Gubernur Riau Abdul Wahid, yang baru menjabat sejak Februari 2025, mewarisi kondisi kacau. Dalam forum resmi RPJMD, ia melontarkan pernyataan getir:

“Saya pusing tujuh keliling. Kegiatan pembangunan 2025 nol besar. Rakyat yang menanggung akibatnya.”

Namun, publik tak cukup dengan keluhan. Pertanyaannya jelas: Siapa dalang sesungguhnya dari kegagalan anggaran terbesar dalam sejarah Riau?

Tiga Inisial, Satu Arah Kecurigaan

Jagat media sosial dan ruang-ruang diskusi publik kini ramai menyebut tiga nama inisial: SFH, ANH, dan AAH.

SFH, disebut sebagai arsitek utama kebijakan anggaran, orang yang tahu di mana celah bisa dimanfaatkan.

ANH, kala itu menjabat Wakil Ketua DPRD Riau, diduga menjadi pemain penting dalam mengarahkan pengesahan APBD.

AAH, mantan Ketua Komisi I, dikenal memiliki koneksi erat dengan OPD strategis dan Sekretariat Dewan.

Sebelum isu jebolnya APBD 2024, ANH dan AAH juga sempat terseret kasus SPPD fiktif bersama Muflihun, mantan Sekwan DPRD sekaligus mantan Walikota Pekanbaru. Kasus ini belum berlanjut ke ranah hukum, tetapi memunculkan dugaan bahwa wajah-wajah lama masih dominan dalam pola-pola manipulasi keuangan publik.

Rekanan Bongkar Pola Pencairan Proyek: Siapa Punya “Jalur”, Dia Menang!

Seorang kontraktor lokal yang enggan disebutkan namanya mengungkap bahwa Surat Perintah Membayar (SPM) yang lebih lama tidak dicairkan, sementara SPM yang lebih baru justru cair lebih dulu.

“SPM Oktober dan November 2024 banyak yang mandek. Tapi SPM Desember malah cair duluan. Itu terjadi karena proyek yang cair milik orang yang punya beking. Kami yang tidak punya jalur, jadi korban,” ujarnya.

Ahli Bicara: Ini Bukan Salah Kelola, Tapi Kejahatan Fiskal Sistemik

Akademisi ekonomi, Romagia, SE., M.Si, menilai persoalan ini sudah di luar batas teknis, bahkan bisa masuk ke ranah pidana anggaran.

“Ketika sistem rusak dan opini BPK jatuh, patut diduga ada permainan. Ini harus diuji lewat hukum,” katanya.

Sementara Triono Hadi, mantan Koordinator FITRA Riau, menyoroti pelanggaran terhadap PP No. 12 Tahun 2019 yang melarang pengeluaran tanpa dukungan anggaran.

“Kalau SPD diterbitkan dalam kondisi defisit, harus diungkap siapa yang memberi perintah,” tegasnya.

Rakyat Butuh Penegakan Hukum, Bukan Sandiwara Tim Investigasi

Gubernur boleh saja membentuk tim khusus untuk menyisir lebih dari 150 temuan BPK, tapi publik tidak menuntut drama administrasi—mereka menuntut penegakan hukum.

Anggaran adalah darah pembangunan. Dan jika darah itu dialirkan ke jalur yang salah, maka generasi mendatang akan tumbuh dalam utang, kegelapan, dan kemiskinan yang diwariskan oleh mereka yang bermain anggaran.

Publik sekarang tak hanya ingin tahu: siapa yang membocorkan APBD? Tapi juga: siapa yang harus Bertangung Jawab ?***mdn

#Provinsi Riau #APBD Riau #Riau Defisit Angaran #Korusi Berjamaah