Teror Samurai dan Celurit di Tanah Rakyat: Modus Baru Perampokan Berkedok Adat

Teror Samurai dan Celurit di Tanah Rakyat: Modus Baru Perampokan Berkedok Adat
Tampak 3 oknum Flores tokoh Masyarakat Kampar Kiri Ramadhan, S. Sos

WARTA RAKYAT ONLINE- Sahilan, Kampar Teror bersenjata mengoyak ketenangan warga petani di Sahilan. Kelompok Tani Sahilan Jaya, yang selama enam tahun terakhir mengelola kebun sawit seluas 100 hektare secara sah dan produktif, kini berada dalam tekanan dari kelompok yang mengklaim tanah tersebut atas nama adat.

Kelompok yang dipimpin oleh Marwas yang menyebut diri sebagai Datuk Besar Gunung Sahilan mengutus tiga orang bayaran,  Oknum Flores, yang membawa samurai panjang dan celurit untuk mengintimidasi petani. Bahkan, menurut kesaksian warga, salah seorang anggota kelompok tani sempat diancam dengan celurit yang diletakkan di lehernya.

“Ini bukan konflik adat, ini murni bentuk teror. Mereka datang saat kami panen, bawa samurai dan celurit, memaksa kami menyerahkan 30% lahan atau membayar Rp20 juta per hektare,” ujar salah satu petani yang meminta identitasnya dirahasiakan karena alasan keamanan.

Tak hanya itu, kelompok Marwas juga mengunci portal keluar-masuk kebun yang dibangun sendiri oleh kelompok tani, dan diduga akan menggali “parit gajah” guna memutus total akses petani ke lahan yang sudah mereka tanami sejak 2018.

Menanggapi situasi yang semakin memanas ini, Ramdhan, S.Sos, tokoh masyarakat Kampar Kiri sekaligus mantan anggota DPRD Kampar, mengecam keras aksi kekerasan dan premanisme yang dibungkus dengan dalih adat.

> “Saya mendapat informasi langsung bahwa ada warga kelompok tani yang diancam dengan celurit oleh oknum Flores. Ini sudah sangat meresahkan. Saya mengimbau semua pihak menahan diri. Jangan seret etnis lain dalam konflik tanah ulayat ini. Kita harus belajar dari lembaga adat di Sumatera Barat yang menyelesaikan konflik tanah ulayat tanpa melibatkan unsur luar yang berbau premanisme,” tegas Ramdhan.

> “Ini soal marwah. Lembaga Adat Kampar (LAK) dan LAM mesti segera mengeluarkan maklumat untuk menjaga wibawa dan kehormatan Melayu. Jangan sampai tindakan sekelompok orang mencoreng seluruh nilai dan tata kelola adat yang selama ini dijunjung tinggi,” tambahnya.

Secara hukum, Kelompok Tani Sahilan Jaya memiliki dasar yang kuat: dua surat hibah sah dari almarhum Datuk Besar Ujang Zainal (2018) dan Panglima Kerajaan Gunung Sahilan, Tahrudin Pahang (2019), serta pengakuan resmi dari Pemerintah Desa pada tahun 2024.

Kelompok tani menegaskan akan bertahan dan tidak menyerah pada ancaman.

> “Kami yang menanam, kami yang merawat, dan kami punya hak. Jangan pikir kami akan lari karena gertakan celurit. Kami petani, bukan penakut,” ujar salah satu ketua kelompok.

Konflik ini menjadi sorotan luas dan dinilai berpotensi berkembang menjadi bentrokan horizontal jika pemerintah daerah, aparat hukum, dan lembaga adat tidak segera mengambil langkah tegas dan adil.**mdn

#Sengketa Tanah Ulayat #Gunung Sahilan