WARTARAKYAT - Jakarta, Drama hukum kasus suap raksasa sawit Wilmar Group kian panas. Pengacara korporasi itu, Marcella Santoso, yang telah terseret dalam skandal suap Rp40 miliar kepada hakim Tipikor, kini ngotot minta dibebaskan dari rumah tahanan (rutan).
Melalui kuasa hukumnya, Marcella meminta Majelis Hakim Efendi cs memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk segera melepaskannya dalam putusan sela yang akan datang.
“Memerintahkan Penuntut Umum untuk melepaskan Terdakwa Marcella Santoso dari tahanan,” ujar kuasa hukum Marcella saat membacakan eksepsi di Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat, Rabu (29/10/2025).
Tak hanya itu, tim hukum Marcella juga menuding PN Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili perkara tersebut. Mereka meminta majelis hakim menghentikan seluruh proses persidangan dan mengembalikan berkas ke kejaksaan.
Permohonan ini sontak menuai sorotan, sebab Marcella bersama rekan-rekannya sebelumnya didakwa sebagai pihak yang ikut mengatur aliran suap miliaran rupiah demi “menyelamatkan” korporasi sawit raksasa dari jerat hukum ekspor ilegal Crude Palm Oil (CPO).
Suap Rp40 Miliar untuk “Putusan Onslag”
Dalam dakwaan JPU, Marcella Santoso disebut berperan bersama Muhammad Syafei, Ariyanto Bakri, dan Junaedi Saibih semuanya mewakili Wilmar Group dalam penyuapan para hakim Tipikor PN Jakarta Pusat.
Tujuan suap itu jelas: mengondisikan putusan “onslag” atau lepas dari tuntutan untuk Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group, tiga raksasa sawit yang terlibat dalam praktik ekspor ilegal CPO.
“Yang memberi hadiah atau janji berupa uang tunai USD2,5 juta atau setara Rp40 miliar,” kata JPU Kejagung saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor PN Jakarta Selatan, Rabu (22/10/2025).
Uang diserahkan melalui perantara panitera muda perdata PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, kepada mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, Muhammad Arif Nuryanta. Dana suap mengalir bertahap sepanjang Januari 2024 hingga Maret 2025.
Total pembagian uang haram itu bikin geleng kepala:
Rp15,7 miliar untuk Muhammad Arif Nuryanta
Rp2,4 miliar untuk Wahyu Gunawan
Rp9,5 miliar untuk Ketua Majelis Hakim Djuyamto
Rp6,2 miliar untuk masing-masing hakim anggota, Agam Syarif Burhanuddin dan Ali Muhtarom
Tak Cuma Suap, Ada Dugaan Pencucian Uang dan Obstruction of Justice
Jaksa juga menjerat Marcella Santoso dan tim hukum Wilmar dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebesar Rp28,4 miliar. Dana itu disebut berasal dari total suap Rp60 miliar yang direncanakan untuk “mengamankan” putusan onslag bagi para korporasi sawit.
Tak berhenti di situ. Marcella juga didakwa menghalangi penyidikan (obstruction of justice) bersama sejumlah pihak, termasuk mantan Direktur Pemberitaan Jak TV, Tian Bahtiar, dan Ketua Tim Cyber Army, M. Adhiya Muzakki.
Mereka diduga menyusun skema non-yuridis untuk mengganggu proses hukum dengan memanfaatkan media, buzzer, hingga menghapus bukti digital berupa percakapan WhatsApp dan telepon genggam terkait korupsi.
Publik Bertanya: Hukum untuk Siapa?
Kasus ini menambah daftar panjang borok penegakan hukum di Indonesia yang kerap tunduk di hadapan uang besar. Publik kini menanti apakah pengadilan benar-benar berani menegakkan keadilan di tengah tekanan korporasi raksasa dan jaringan elit hukum yang bermain di balik layar.
Sementara itu, Marcella masih bertahan dengan permintaan “bebas sementara”, di tengah gelombang kritik bahwa upaya tersebut hanyalah strategi klasik mafia hukum untuk mengulur waktu dan mengaburkan fakta.***MDn
#PT Wilmar #PT Permata Hijau #Skandal CPO #PT Musimas